Kami dan cita-cita.
Keinginan gue yang ngotot untuk kuliah. Membawa gue ketemu sama mereka-mereka yang juga ingin kuliah.
Pertama ada Surparman.
Surparman itu temen baik gue yang dari pertama gue masuk panti selalu jadi temen gue. Memang badannya nggak sekekar Superman. Namun keteguhan dan kesabarannya melebihi Wonder woman. Sifatnya keibuan. Kenapa pengen kuliah ? katanya dia pengen kuliah untuk persiapan masa depan yang lebih baik dan pengen bikin bangga ibunya yang single parent. Kita panggil dia sebagai parman.
Kedua ada Anton Sugiono.
Saudara gue yang ini pedenya tingkat kelurahan. Suka ngaku-ngaku kalo dia itu saudara kembarnya Cristian Sugiono. Cowo kelahiran tahun 93 sebelum masehi ini cinta banget sama tempat kecilnya yaitu BanjarNegara. Katanya, bakal banyak orang besar yang pernah kecil disana. Dia pengen kuliah cuma karena ingin coba-coba dan pengen tahu seberapa cantik jomblo-jomblo yang ada di bangku kuliah. Kita panggil dia sebagai Anton.
Ketiga ada duo pulau seribu Jahsir Alahudin dan Andri Muryansyah.
Jahsir Alahudin
Suaranya khas dan juga cempreng membuat saudara gue yang ini mudah dikenali. Dia pengen kuliah gara-gara akan susah cari kerja kalo ngandelin ijazah Smk. Dia juga mau ngebahagiain orang tuanya. Kita panggil dia Jahsier.
Andri Muryansyah.
Kecil-kecil cabe rawit. Badannya boleh kecil tapi pemikiran dan hati nggak boleh kerdil. Saudara gue yang ini sering banget ngomong begitu. Kenapa ? karena dia mau jadi pemimpin di Negeri ini. Salah satu alasan darinya ingin kuliah ya karena dia ngebet banget untuk jadi pemimpin. Kita panggil dia begeng.
Kami berlima beda sekolah. Gue sama parman satu sekolah di sekolah bawah tanah. Jahsir sama Andri juga satu sekolah mereka sekolah di sekolah Negeri. Sedangkan anton sekolah di sekolah antah berantah.
Masing-masing dari kami memang menginginkan untuk bisa kuliah gratis dan itu menghadirkan cerita masing-masing.
*Dipagi hari dihari terakhir pendaftaran BidikMisi
Dari jam delapan pagi anton udah gelisah. Entah itu emang dia gelisah karena dia jomblo atau dia resah karena hari ini hari terakhir untuk daftar bisik misi dan dia belum daftar sama sekali.
“nton, gelisah banget kayaknya lu ?” seru gue yang sudah menggunakan seragam.
“iya ian, eh sekarang hari terakhir daftar SNMPTN undangan ya ?” sambil menggunakan seragam putih abu-abunya anton bertanya.
“iya nton, sekarang hari terakhir. Mudah-mudahan lu bisa daftar yak” Parman yang datang menyusul ke kamar anton. Menimpali pertanyaan yang seharusnya jadi pertanyaan milik gue. Kurang ajar ya parman.
“Iya ndut, Wish us luck !!”
Hari ini adalah hari terakhir untuk daftar bidik misi. Sebuah hari dimana harapan dan juga asa bergerumul menjadi satu dan beproses untuk menjadi nyata.
“pak gimana pak, saya sudah di daftarin belum” Anton yang sudah benar-benar tidak sabar. Terpaksa harus berbuat lancang dengan menegur petugas TU (Tata Usaha).
“belum nak anton” Jawab Petugas TU.
“duh gimana ya pak, masa sudah seminggu ini saya belum di daftar-daftarin sih”
“Iya, Nak sabar ya.”
“Jawaban dari bapak sabar sabar terus. Untuk saat ini sabar belum bisa menjadi solusi pak.”
“iya nak sabar, Bapak nggak tahu prosedur mendaftarkannya”
“....”
Untuk sesaat anton berdiam diri dan kemudian keadaan menjadi hening. Sudah seminggu ini dia mendengar sabar, sabar, sabar dan sabar. Memang, di suatu situasi sabar bisa menjadi solusi terbaik. Namun, untuk saat ini sabar belum bisa menjadi solusi. Dan solusi yang terbaik untuk saat ini adalah melakukan sesuatu. Apapun itu.
“Yah bapak.. kenapa nggak ngomong dari kemarin-kemarin aja pak bilang kesaya kaya gitu. kan bisa saya daftarin sendiri.” Anton, memang benar-benar tidak sabar untuk mendaftarkan diri. Karena dia yakin kalo dia memiliki potensi.
“Kamu bisa mendaftarkannya nak.. Duduk disini nak duduk.” Bapak petugas TU mempersilahkan anton untuk duduk dibangku kerjanya.
“Siap Pak” Anton meloncati meja yang menjadi penghalang antara dia dan petugas TU dan kemudian tangan dan pikirannya langsung berkerja.
Tidak pernah terpikir oleh anton. Saat ini, dia menjadi kepercayaan sekolah. Sekolah yang dimana lulusan-lulusannya hanya menjadi pekerja biasa. Sekolah yang memiliki bangunan seperti penjara dan sebuah tempat untuk karantaina. Sebuah sekolah dimana lulusannya menjadi buruh-buruh pabrik sebagai pilihan utama.
Sedangkan Andri dan juga Jahsier dalam situasi yang sama namun dalam keadaan dan tempat yang berbeda.
“Pak, kita belum di daftarin pak ? kenapa pak” seru jahsier kepada petugas TU di sekolahnya.
“Belum nak.” Petugas TU itu menjawab dengan ketus dan bermuka datar.
“Kenapa pak ?? kita kan sudah setiap hari menuggu di depan kantor TU. Kita nunggu dari kantor TU nya buka sampe kantornya tutup tapi lagi kok belum juga didaftarin.” Andri menyeru kepada petugas TU.
“Kita sibuk.. masih banyak yang harus kami kerjakan.” Petugas TU itu masih saja menampakan wajah datarnya.
“Pak, sekarang hari terakhir kita mendaftarkan diri untuk Bidikmisi pak. Kenapa bapak masih terlihat datar-datar saja sih.” Jahsir sangat terlihat tidak sabar. Dan sesekali mengepalkan tangannya.
“lantas ? apa urusan saya kalo hari ini adalah hari terakhir daftar Bidikmisi. Toh, bukan saya yang daftar bidik misi ?” kata petugas TU yang minta di cukur alis matanya
“Pak, bapak itu yang bertugas sebagai petugas Tata Usaha. Urusan administrasi itu urusan bapak. Kalau saja tukang sapu sekolah yang mengurusi urusan administrasi. Saya lebih baik mendatangi dia.” Andri juga ngomong kaya gini kayaknya minta di culik sama wewe gombel nih.
“Kalian ini. Keras kepala sekali. Baiklah, saya mau melapor kepala sekolah dahulu. Kalian tunggu saja disini” Petugas TU yang takut bulu matanya dicukur sekarang berdiri dan kemudian meninggalkan meja kerjanya menuju tukang cukur rambut. Eh salah, maksudnya ruang Kepala Sekolah.
Andri dan Jahsir dibiarkan menunggu oleh petugas TU. Satu menit berlalu, lima menit berlalu, enam menit berlalu hingga tiga jam berlalu. Mereka berdua di biarkan dan di terlantarkan kaya ayam yang menunggu suntik vaksin anti flu burung.
“kalian di persilahkan dan ditunggu oleh kepala sekolah di ruangannya.” Kata petugas TU yang udah dicukur alisnya. Eh salah lagi kan, maksudnya yang udah ketemu sama kepala sekolah.
Jahsier dan Andri kelihatan begitu ketakutan ketika bertemu dengan kepala sekolahnya. Siapa yang ngga takut coba. Kepalanya botak, kumis baplangnya dan juga panjang bulu keteknya yang melebihi dari dua meter. Hayo ? ada yang berani face to face. Gue berani jamin, kalo dianatara kalian ada yang ketemu sama orang kaya gini udah pasti menagis dalam seketika. Seremnya predator yang di flm Alien vs Predator mah lewat sob.
“..mis..ssi.. pak.. ki... ta boleh. Du..duk ??” jahsir yang ketakutan teramat sangat tidak sanggup berbicara lancar.
‘...hmmm..” kepala sekolahnya hanya bergumam hmmh dan tidak memberikan respon banyak. Paling hanya sesekali memainkan kumisnya yang panjangnya dua meter itu.
“..Begini pak ! kita berdua sudah tidak sabar dan ingin segera mendaftarkan diri untuk bisa daftar di BidikMisi.” Enggak tau ada angin apa. Andri begitu berani berbicara seperti itu.
“Braaak... Kamu pikir kamu siapa ? Anak presiden ? hah ? se enak udel kamu tinggal memerintah ?.” Andri a.k.a begeng. Kali ini telihat sangat begeng kaya tengkorak laboraturium sekolah karena takut. Kepala sekolah semakin terlihat seram dengan kumis yang awalnya berwarna hitam kini berubah menjadi berwarna biru. Biru tua ungu ke emas-emas perakan. Begitupun dengan warna kulitnya.
“maaf.. pak. Kita hanya ingin memastikan.. bagaimana nasib kita.. kita berdua sudah daftar bidik misi belum ?” Jahsier mencoba untuk mencari jalan keluar dengan bertindak halus. Sehalus-halusnya playboy nyepikin cewe.
“.Saya tidak tahu nak ? dan saya tidak bisa berbuat banyak.. kalian tunggu saja sampai hari pengumumannya tiba. Kalau kalian diterima di Universitas yang kalian inginkan. Berarti ada campur tangan Tuhan dalam keputusan itu. Sebagai manusia, bapak hanya bisa berusaha yang terbaik. Sisanya, Bapak biarkan Tuhan menjelaskan dengan cara terbaik yang Dia tujunkan.”
J
ahsir dan Andri saling tatap-tatapan. Mereka berdua bingung atas maksud dari pernyataan kepala sekolah mereka. Kebingungan mereka menimbulkan keinginan mereka untuk segera berpelukan.
“..Jadi.. Maksud bapak ?? kita berdua sudah di daftarkan ??..” Jahsir bertanya kembali dan kali ini dia berdiri dari tempat duduknya.
“..Iya nak.. Kalian sudah didaftarkan. Dan ini nomor pendaftaran kalian. Kalian silahkan mendaftarkan diri untuk masuk di jurusan yang kalian inginkan.”
“.. terima kasih pak. Terima kasih..” jahsier menyalami kepala sekolahnya dan sesekali menghapus air matanya yang menetes dari hidungnya.
Andri masih saja terdiam dan terbujur kaku. Antara takut dan juga bahagia bercampur menjadi satu. Dia sudah berpikir salah. Dia berpikir bahwa hal buruk akan terjadi setelah dia melihat dengan sendiri keburukan yang terlihat oleh matanya. Dia sekarang sadar, Ketika melihat sesuatu hanya dengan mata tanpa di ikuti oleh nurani ataupun hati, dia akan mudah di bohongi.
“..ndri.. ndrii. Ayo ndri, kita kembali ke kelas untuk ngambil tas.. abis itu kita pulang ke panti..” Jahsir menepuk-nepuk pundak andri agar andri tersadar dan nggak lagi bengong kaya jomblo yang di tinggal gebetan pergi.
“..Eh eh.. iya sir.. Makasih pak.. Makasih” Andri akhirnya tersadar. Kemudian dia menyalami tangan kepala sekolah dengan penuh haru. Jahsir dan Andri melupakan satu hal. Kalau mereka lupa berpelukan.
Dan di situasi yang lainnya. Gue sama parman juga sedang berusaha untuk memastikan apakah kami bisa. Meski hanya sekedar mendaftarkan diri.
“..man.. gimana nih man ?.. kita ketemu sama pak nana apa sama pak ugun aja man ???..” gue lagi minta ide dari Parman. Kali aja gitu ide yang keluar dari parman brilian.
“..hemm.. sewah.. guweh ngiwkut ajaw” jawab Parman.
Gue nyesel. Bener deh gue nyesel. Kalian jangan kaya gue ya. Minta ide dan berharap akan menemukan ide yang brilian ketika kalian bertanya sama temen yang lagi makan.
“ Ah elu ndut.. salah gue nanya sama lu..” gue heran. Kenapa orang kalo lagi makan pas ditanya jawabannya suka ngga jelas. *mwaeha,aen* Zzz...Zzzz..brb.. guk-guk *kemudian hening*
“..emang lu salah ian. Orang lagi makan ditanya. Gimana mau jelas jawabnya.. paling yang kedengeran cuma suara gumam..”
“yaudah yuk ketemu sama pak ugun yuk..” gue berjalan meninggalkan parman dan kemudian disusul oleh lari-lari cantik dari parman.
“Pak gimana pak ?? Kita berudua udah di daftarin BidikMisi belum pak ?..” tanya gue kepada pak ugun.
“..hehehe..sudah nak sudah.. hehehe” Nggak ada yang aneh dari guru gue yang ini. Emang, caranya dia berinteraksi dengan anak muridnya ya kaya begini. Dulu pas pertama kali dia ngajar di kelas gue. Dia pernah ngomong : “ saya nggak mengajar atas apa yang saya inginkan, tapi saya mengajar atas apa yang kalian butuhkan.” Pokoknya guru gue yang ini favorit banget deh. Dia nggak pernah setuju sama guru yang lainnya kalo main kekerasan sama anak muridnya. Anak murid itu nggak seharusnya di kerasin, seharusnya anak murid itu dimengerti.
“oh iya.. kamu harus terima kasih juga sama Parman ya.. dia yang bantu bapak daftarin dan membimbing bapak sewaktu masukin nama-nama kalian.. hehehe”
"..woh.. ?? man?? Kapan lu bantuin pak Ugun man ?.” gue kaget, bener deh gue kaget. Gue kira karung beras nggak bisa ngapa-ngapain. Nggak tahunya parman udah berbuat banyak. Emang ya, ketika kita ngerasa kalo kita tahu hasil akhirnya kaya gimana ? eh nggak taunya yang kita tahu itu adalah yang kita nggak tahu.
“.. oh gitu ya pak.. makasih ya pak.. makasih juga man..” Gue pergi meninggalkan mereka berdua yang terlihat cocok untuk berpelukan. *loh ?
Dua bulan kemudian disaat pengumuman.
Gimana yak, yang namanya nungguin itu nggak enak. Entah itu nunggu gajian, nunggu hujan bahkan nunggu gebetan putus dan nggak lagi pacaran. Rasanya ngga enak banget. Sama kaya apa yang gue rasain sekarang. Gue lagi ngerasain lamanya nunggu pengumuman. Padahal, yang gue tungguin itu waktunya cuma dua bulan. Tapi kok gue ngerasainnya kaya lagi merasakan perjalanan ke bulan.
Gue kadang suka nggak ngerti gitu, kenapa di dalam sebuah penantian selalu ada harapan yang besar. Udah kaya semacam hukum alam mungkin ya. Udah deh gue mau ngebahas hukum alam. Gue ngga terlalu paham sama hukum alam. Gue cuma paham kalo hukum alam itu terkadang lebih mengerikan.
Kalian mau nyoba tebak ? apa yang terjadi mengenai SNMPTN undangan dari kami berlima. Diantara kami berlima, ngga ada yang lolos untuk masuk kuliah melalui jalur SNMPTN undangan. Seperti biasa dan lagi-lagi, ketika gue berada di tengah-tengah penantian dan juga harapan. Dan perbedaan antara keberhasilan dan juga kegagalan hanya setipis rambut dibelah 700. Kenapa ? Selalu aja ada kemungkinan untuk timbulnya kekecewaan.
Kami berlima nggak mau berhenti untuk nyoba lagi. Jeda waktu antara pengumuman dan SMPTN undangan dan Test SNMPTN tertulis juga cuma dua minggu. Kami pun dikasih peluang oleh petugas panti untuk mengikuti SNPTN tertulis dengan dimodali biaya pendaftaran dan akomodasi selama ujian berlangsung.
Singat cerita, kami berlima mempersiapkan SNMPTN Tertulis itu dengan baik. Gue mempersiapkan tes dengan belajar bimbel sama ibu Dewi. Ibu Dewi itu salah satu PNS yang ngedukung banget untuk gue kuliah. Dan sedangkan empat anak yang lainnya belajar dengan sungguh-sungguh. Mereka ada yang belajar dibawah pohon sambil makan durian. Ada yang belajar di kamar mandi sambil nyuci. Ada yang belajar sambil main layangan. Jangan bingung mikirin gimana caranya mereka belajar. Anak-anak panti itu ajaib deh pokoknya.
Anak-anak yang ada di panti itu pokoknya ajaib, titik. Sebelum tes SNMPTN tertulis aja masih sempet-sempetnya begadang. Dan begadangnya bukan dikamar apalagi di kafe dangdut. Anak panti yang mau tes pada begadang di SD deket kampus UNJ. Gue juga nggak tahu alasannya kenapa. Kayaknya sih mereka pada pengen ikut ujian dengan nggak mandi.
Kami pun mengikuti tes layaknya manusia yang lainnya. Mengisi lembar jawaban dengan pensil bukan dengan permen mint. Menulis jawaban dengan tangan dan bukan dengan kaki.
Kami berlima selesai menjalani test. Dan berhasil masuk UNJ. Yeah UNJ, (U)niversitas (N)ggak (J)adi. Dari lima yang mengikuti test hanya empat yang berhasil lolos. Dan yang nggak lolos itu adalah Parman. Manusia dengan ketegaran hati setegar manusia jangkrik dan memiliki kerendahan hati sebijak empu gandring.
Parman pun berpesan : “Kegagalan yang gue raih sekarang hanya petunjuk jalan menuju tujuan yang lain. Dan ketika kita tua nati, ingatlah hari ini.”
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar